Pendidikan ABK, Tanggung Jawab Kita Bersama
Sahabat, dalam kesempatan mengikuti pelatihan di Gedung Baleka lantai 10 pada hari kamis lalu saya mendapatkan ilmu dan ingin saya bagikan pada sahabat semua agar menjadi manfaat bagi sesama. Silahkan disimak artikel di bawah ini.
Awalnya, saya mendapatkan materi tentang Paradigma Inklusi Dalam Pendidikan oleh narasumber hebat yaitu Ibu Farida Kurniawati, M. Sp. Ed psikolog. Kita tahu bahwa beliau seorang dosen ilmu psikologi Universitas Indonesia. Di perguruan tinggi tersebut, kita bisa memeriksa pasien anak inklusi untuk mengidentifikasi gejala yang diderita anak inklusi, tetapi biayanya cukup mahal sekitar 1. 500.000 satu kali pertemuan untuk mendapatkan hasilnya.
Inilah yang menjadi dilema bagi sebagian orang tua karena terapi untuk anak inklusi lumayan mahal. Artinya, ini juga yang menjadi alasan orang tua sehingga jadi abai, bahkan tidak mau pusing menangani masalah anak inklusi, padahal mereka sangat butuh penangangan dari tenaga profesional.
Sahabat, dalam materi yang disampaikan oleh Ibu Farida ada banyak hambatan yang dihadapi dalam menangani anak inklusi di antaranya: Anak inklusi menjadi obyek belas kasihan, memiliki pengecualian dan terpisah dari masyarakat sehingga anak inklusi terbiasa mempunyai mental manja, padahal seharusnya dibiasakan sejak kecil untuk dilatih keberanian, rasa percaya diri dan berperan dalam kegiatan masyarakat, tidak mengucilkan diri sehingga tumbuh dan berdaya guna di tengah kekurangannya.
Kemudian, memiliki masalah kesehatan, sakit dan harus disembuhkan. Artinya jangan membiarkan anak inklusi tanpa penanganan dari tenaga profesional, harus terapi dan harus sembuh. Sehingga harus mendapatan penanganan khusus bukan diabaikan.
Selanjutnya, kondisi masyarakat yang menghambat seringkali menjadi bumerang bagi perkembangan anak inklusi misalnya anak inklusi terbiasa menggunakan ponsel dan terpapar radiasi ponsel. Selain itu, banyak kasus perundungan yang menyebabkan masalah mental bagi anak inklusi sehingga berakhir pada kasus bundir dan tidak punya rasa percaya diri serta dikucilkan dari pergaulan.
Kasus baru akan muncul, yakni emosi negatif yang akan membuat anak-anak inklusi berbuat jahat dan prilakunya tidak terkendali sehingga terjadi penyimpangan sosial. Disabilitas pada ABK bukan penyakit melainkan gangguan yang membatasi kapasitas mereka secara spesifik. Disabilitas tidak berhubungan dengan minatnya untuk berhubungan sosial. ABK membutuhkan dukungan namun dengan cara yang berbeda.
Realita yang terjadi anak berkebutuhan khusus tidak di terima dalam sistem pendidikan dan tidak ada akses ke sekolah umum maupun sekolah khusus. Anak dengan kebutuhan khusus mulai mendapat akses tetapi ditempatkan di sekolah khusus yang terpisah dari sekolah umum.
Sebaiknya semua anak sama-sama belajar di sekolah yang sama. Jadi, sistem pendidikan menyesuaikan kebutuhan setiap anak yakni dengan kurikulum berdiferensiasi, UDL, dan pembelajaran kolaboratif.
Paradigma baru saat ini fokus pada potensi individu dan pendidikan untuk semua di kelas reguler. Kira harus memberikan dukungan sejak awal karena siswa sebagai pusat pembelajaran.
Peraturan menteri pendidikan nasional nomor 70 tahun 2009 pasal 1 tentang sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Pada prinsipnya siswa hadir dalam proses pembelajaran dan sekolah menerima siswa dengan kondisi apapun lalu siswa dapat berpartisipasi aktif pada semua kegiatan dan terakhir siswa dapat menghasilkan hal yang positif. Jadi, peserta didik berkebutuhan khusus berhak mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu di semua jenis jalur dan jenjang pendidikan.
Hal yang paling penting guna mendukung keberhasilan pendidikan inklusif di sekolah adalah kebijakan sekolah yang mendukung inklusi. Sekolah harus punya visi, misi, dan kebijakan tertulis yang menjamin penerimaan dan perlindungan hak semua peserta didik termasuk anak inklusi. Harus ada aturan penerimaan siswa ABK dan SOP dalam menangani ABK.
Standar kurikulum dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa secara individual. Mengenai modifikasi dan adaptasi kurikulum serta strategi pengajaran dan manajemen kelas inklusif menggunakan pembelajaran berdiferensiasi. Demi kelancaran kegiatan pendampingan anak inklusi, sekolah harus membentuk tim layanan khusus yakni tim inklusi serta menunjuk guru pendamping khusus yang aktif mendampingi siswa inklusi
Sekolah juga harus menyediakan fasilitas dan alat bantu pembelajaran untuk anak inklusi serta bekerja sama dengan orang tua dan komunitas dalam mendukung pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan menjalin kerja sama dengan lembaga luar seperti psikolog, terapis atau SLB.
Kesimpulan materi ini tanpa dukungan semua pihak yang terlibat dalam menangani anak inklusi maka harapan akan keberhasilan mendidik anak inklusi akan mengalami berbagai hambatan. Sehingga perlu strategi serta penerapan langkah yang terstruktur dalam menjalankan program anak inklusi di setiap sekolah.
Guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan anak inklusi harus berperan aktif dan turut serta bekerja sama dalam penanganan anak inklusi. Semoga tulisan ini bermanfaat. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar